Rabu, 11 September 2019

Tragedi Buah Apel ( Kisah Pria Yang Harus Menikahi Wanita Buta, Bisu, Tuli dan Lumpuh Karena Sebuah Apel

Seorang lelaki yang sholeh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan.   

Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berfikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lezat itu, akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat izin pemiliknya.

Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar meminta dihalalkan buah yang telah dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki.

Maka langsung saja dia berkata, "Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap anda menghalalkannya".

Orang itu menjawab, "Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan menjaga dan mengurus kebunnya".

Dengan nada menyesal Tsabit bin Ibrahim bertanya lagi, "Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkannya apel yang telah ku makan ini."

Pengurus kebun itu memberitahukan, "Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalan sehari semalam".

Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, "Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa izin pemiliknya. Bukankah Rasulullah s.a.w. sudah memperingatkan kita melalui sabdanya: "Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka"

Tsabit bin Ibrahim pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata,

"Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu maukah tuan menghalalkan apa yang sudah ku makan itu?"

Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, "Tidak, aku tidak boleh menghalalkannya kecuali dengan satu syarat."
Tsabit bin Ibrahim merasa khawatir dengan syarat itu kerana takut ia tidak dapat memenuhinya.

Maka segera ia bertanya, "Apa syarat itu tuan?" Orang itu menjawab, "Engkau harus mengawini putriku !"

Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, "Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu?"

Tetapi pemilik kebun itu tidak mempedulikan pertanyaan Tsabit bin Ibrahim. Ia malah menambahkan, katanya,

"Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang yang lumpuh!"

Tsabit bin Ibrahim amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berfikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai isteri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya?

Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, "Selain syarat itu aku tidak akan menghalalkan apa yang telah kau makan !"

Namun Tsabit bin Ibrahim kemudian menjawab dengan mantap,

"Aku akan menerima pinangannya dan perkawinanya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul 'alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta'ala".

Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan selesai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui isterinya.

Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berfikir akan tetap mengucapkan salam walaupun isterinya tuli dan bisu, kerana bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam, "Assalamu"alaikum..."

Tak disangka sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi jadi isterinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu, dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi isterinya itu menyambut uluran tangannya.

Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. "Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada dihadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula", Kata Tsabit bin Ibrahim dalam hatinya.

Tsabit bin Ibrahim berfikir, mengapa ayah mertuaya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya ?

Setelah Tsabit bin Ibrahim duduk di samping isterinya, dia bertanya, "Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa?"

Wanita itu kemudian berkata, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah".

Tsabit bin Ibrahim bertanya lagi, "Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli, mengapa?"

Wanita itu menjawab, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah.

"Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan?" Tanya wanita itu kepada Tsabit bin Ibrahim yang kini sah menjadi suaminya.

Tsabit bin Ibrahim mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan isterinya. Selanjutnya wanita itu berkata,

"aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta'ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh kerana kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang boleh menimbulkan kegusaran Allah Ta'ala".

Tsabit bin Ibrahim amat bahagia mendapatkan isteri yang ternyata amat soleh dan wanita yang memelihara dirinya.

Dengan bangga ia berkata tentang isterinya, "Ketika kulihat wajahnya... Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap".

Tsabit bin Ibrahim dan isterinya yang salihah dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia, Beliau adalah Al Imam Abu Hanifah An Nu'man bin Tsabit.

Ya ALLAH...
✔ Muliakanlah orang yang membaca dan membagikan status ini
✔ Entengkanlah kakinya untuk melangkah ke masjid
✔ Lapangkanlah hatinya
✔ Bahagiakanlah keluarganya
✔ Luaskan rezekinya seluas lautan
✔ Mudahkan segala urusannya
✔ Kabulkan cita-citanya
✔ Jauhkan dari segala Musibah
✔ Jauhkan dari segala Penyakit,Fitnah,Prasangka Keji,Berkata Kasar dan Mungkar.
✔ Dan dekatkanlah jodohnya untuk orang yang
membaca dan membagikan status ini.
Aamiin ya Rabbal'alamin......

Semoga yg berkomentar Aamiin dijauhkan dari segala penyakit, diberi sehat wal'afiat, rezekinya melimpah ruah, dan keluarganya bahagia Dan bisa masuk Surga melalui pintu mana saja. Aamiin ya Rabbal'alamiin..

Selasa, 10 September 2019

Biografi KH. Zubair Dahlan ( Ayahanda KH Maimun Zubair )

Kiai Zubair Dahlan merupakan ulama kharismatik yang menjadi pimpinan pejuang dalam merebut kemerdekaan dan mempertahankannya dari mereka yang ingin menjajah kembali (dalam Agresi Militer I & II) di wilayah Pantura (Sarang, Rembang). Dari didikannya, lahirlah banyak alim ulama yang bertebaran di pulau Jawa. 

Di antara muridnya adalah Kiai Maimoen Zubair (putra beliau), Kiai Muslih ibn Abdurrahman al-Maraqi (Mranggen), Kiai Ustman al-Maraqi, Kiai Muradi al-Maraqi, Kiai Hisyam Cepu, Kiai Sahal Jepara, Kiai Ridwan Bangilan, Kiai Jauhari Jember, Kiai Bisyri al-Hafi Cepu, Kiai Masyhudi Merakurak, Kiai Manfuri Merakurak, Kiai Habib Sayyid Zaen al-Jufri, Kiai Abdul Fattah Sendang, Kiai Shiddiq Sendang, Kiai Muslih Tanggir, Kiai Abdul Khaliq Laju, Kiai Masyhudi Senori, Kiai Kurdi al-Makki, Kiai Matin Mas’ud Cilacap, Kiai Shiddiq Narukan, Kiai Sahal Mahfudz Kajen, Kiai Abdul Wahab Sulang, Kiai Syahid Kemadu, Kiai Dahlan Surabaya, Kiai Ghazali Bojonegoro, Kiai Fayyumi Siraj Kajen, Kiai Tamam Siraj Pamotan, Kiai Ibrahim Karas, Kiai Humaidi Narukan, Kiai Syifa Makam Agung, Kiai Abdul Ghafur Senori, Kiai Harun Kalitidu, Kiai Masyhudi Madiun, Kiai Mursyid Klaten, Kiai Abu Thayyib Solo, Kiai Hambali Demak, Kiai Sholeh Kragan, Kiai Masyhudi Blora, Kiai Abdussalam Rengel, Kiai Syaerozi Cirebon, Kiai Izzudin Cirebon, Kiai Nashiruddin Cirebon, Kiai Idris Marzuqi (pengasuh Pesantren Lirboyo), Kiai Islahudin Dukuhseti, Kiai Muslim Mranggen, Kiai Dimyathi Rais Kendal, Mbah Dim Ploso, Kiai Nawawi Sidogiri, Kiai Hasani Sidogiri, dan lain-lain. . . 

“Kiai Zubair Dahlan merupakan seorang kiai yg tajam pemikirannya, alim dalam dunia karang-mengarang, dan ilmunya bagaikan samudra.” 

Alm. KH. MA. Sahal Mahfudh
Pengasuh PP. Maslakul Huda

Doa Mbah Kyai Kholil Bangkalan Lebih Berat Dari Sapi

Beliau Syaikhona Kholil Bangkalan adalah waliullah dari Madura, guru dari Hadratusysyaikh Hasyim Asy’ari (pendiri NU) dan Kyai Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah)

Suatu hari, Kyai Kholil diminta salah satu santri memimpin doa tahlil di Gresik. Beliau menyanggupinya. Saking senangnya, si santri tadi menyembelih satu ekor sapi. Shodaqoh cukup besar waktu itu.

Saat pelaksanaan tahlil, Kyai Kholil hanya membaca la ilaha illallah 3x dan ditutup muhammadurrasulullah. Diakhiri doa. Singkat dan padat.

Shohibul hajat pun melongo. Kecewa. Sudah disembelihkan sapi, kalimat tahlil hanya tiga kali. Kyai Kholil lantas pulang.

Beberapa hari berselang, si santri yang kecewa ini lantas sowan ke Bangkalan. Ia memberanikan diri matur keberatannya saat Kyai Kholil memimpin tahlil tempo hari.

“Kyai, saya kan sudah menyembelih sapi, masak tahlil hanya tiga kali?” tanyanya.

Tanpa ba-bi-bu, Kyai Kholil dawuh, “Kamu masih punya satu ekor yang lebih besar kan di rumah? Besok dibawa kesini ya!”

Keesokan harinya, santri menghadap Kyai Kholil lengkap menuntun seekor sapi berukuran besar.

“Besar juga ya sapi kamu, lebih besar daripada yang disembelih saat tahlilan kemarin” ungkap Kyai Kholil sambil menepuk-nepuk sapi.

Santri empunya sapi hanya tersenyum, sedikit bangga.

Di hadapan para santri lainnya, Kyai Kholil berujar, “Cung, buatkan aku timbangan besar dari glugu, dan bawakan aku secarik kertas.”

Tak lama kemudian, timbangan dari pohon kelapa telah jadi. Sapi milik santri tadi ditambatkan di sisi kiri

Timbangan pun timpang, berat sebelah. Kyai Kholil lantas menulis kalimat tahlil 3 kali dan kalimat muhammadurrasulullah, persis saat memimpin tahlil. Kertas ditancapkan di timbangan sebelah kanan. Sontak, yang sebelumnya berat sebelah kiri langsung jomplang berat di kanan.

Berat seekor sapi gemuk tidak ada apa-apanya dengan selembar kertas yang ditulis Kyai Kholil. Semua santri melongo. Lebih-lebih santri yang punya sapi: ia semaput.

Kisah di atas mengingatkan kita bagaimana kekuatan barokah doa.Mungkin lafadz & untaian doa yg dipanjatkan sama, namun hasilnya sungguh berbeda
Kebeningan hati menjadi kunci.Sementara perilaku dosa yg terus kita lakukan, membuat doa yg telah dilangitkan seolah menguap begitu saja

Barangkali ini menjadi jawaban mengapa doa kita seperti belum mewujud nyata. Namun, terlepas dari itu semua, kita diwajibkan untuk tidak berputus asa. Terus berdoa, berdoa dan berdoa. Karena kesempatan untuk berdoa, merupakan sebuah anugerah tersendiri.

Semoga Bermanfaat 

Akhlak Tasawuf Imam AA Sajjad Sayyid Ali Zainal Abidin Bin Husen

Pasca Tragedi Karbala

Dikisahkan, beberapa waktu setelah tragedi Karbala, Yazid bin Muawiyah memerintahkan eksekusi terhadap beberapa orang jendral karena adanya masalah. Salah satunya adalah lelaki yang dulu terlibat dalam pembantaian di Karbala.

Karena merasa terancam, akhirnya lelaki itu melarikan diri ke Madinah. Di sana ia menyembunyikan identitasnya dan tinggal di kediaman Sayyidina Ali Zainal Abidin (Putra Sayyidina Husein) yang selamat dari pembantaian di Karbala.

Di rumah itulah, lelaki itu betul-betul disambut dengan baik dan disuguhi jamuan yang layak dalam waktu tiga hari. Setelah tiga hari, lelaki itupun berpamitan akan pergi.

Mengetahui tamunya akan pergi, Sayyidina Ali Zainal Abidin segera memenuhi kantong Kuda lelaki itu dengan berbagai macam bekal, air dan makanan.

Lelaki itupun duduk di atas pelana Kudanya...Namun ia tak kuasa beranjak, ia terharu atas kebaikan sikap Sayyidina Ali Zainal Abidin, ia merasa bersalah karena tuan rumah tak mengenali siapa dia sebenarnya.

"Wahai Tuan, ada apa dengan anda? Kenapa anda tak beranjak?" tegur Sayyidina Ali Zainal Abidin.

Lelaki itu diam sejenak, lalu ia menyahut :
"Apakah engkau tidak mengenaliku, Tuan?".

Cicit Rasulullah Saw itupun menjawab :
"Aku mengenalimu sejak kejadian di Karbala".

Lelaki itupun terdiam dan tertegun. Akhirnya ia memberanikan diri bertanya :

"Kalau memang engkau sudah mengenaliku, mengapa kau masih mau menerima dan menjamuku sedemikian rupa, Tuan??".

Sayyidina Ali Zainal Abidin yang dikenal sebagai "As-Sajjad" (Orang yang banyak Bersujud), menjawab :

"Dulu pembantaian di Karbala adalah akhlakmu, sedangkan ini (memuliakan tamu) adalah akhlak kami. Itulah kalian dan inilah kami".

Subhanallah...

ذكر الأنبياء من العبادة وذكر الصالحين كفارة عن الذنوب

"Mengingat sejarah para nabi adalah bagian daripada ibadah. Sedangkan mengingat para shalihin dapat menjadi pelebur dosa-dosa.

Semoga berkat mengingat kesalihan beliau Sayid Ali Zainal Abidin dosa-dosa kita diampuni Allah. Amiin.

Senin, 09 September 2019

Al Imam Al Qutb Al Habib Abu Bakar Bin Muhammad Assegaf (Shohibul Gresik)

Tahun 1937 Masehi Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Asseggaf datang ke Kwitang untuk menghadiri Maulid Akhir Khomis Awal Ashar yang diselenggarakan di Masjid Kwitang oleh Al-Habib Ali bin Abdurrohman Al-Habsyi

Dikala acara akan usai, Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi meminta Habib Abu Bakar Asseggaf untuk memimpin Talqin dzikir, saat itu Habib Ali berkata kepada yang hadir: "Kita akan dengar dan ikuti Talqin dzikir yang mana di mohon kepada seorang yang sama-sama kita cintai yakni Al-Habib Abu Bakar dari kota Gresik (Habib Ali menahan pembicaraannya, lalu terdengar suara tangis beliau sambil meneruskan bicaranya beliau berkata). Hadirin lihatlah, beliau punya wajah yang nampak akan Nur....... Cahaya Rosulullah....... beruntung bagi kita atas kehadirannya"

Lalu Habib Abu Bakar berdiri dan Habib Ali berdiri di sampingnya, kemudian Habib Abu Bakar memulai Talqin dzikir dengan perkataan: "Orang Islam hidup dengan kalimat La ilaha illallah, mati dengan kalimat La ilaha illallah, selamat di alam barzakh berkat La ilaha illallah, masuk surga karena La ilaha illallah."

Habib Ali Kwitang menangis begitu juga jamaah yang hadir beribu-ribu jumlahnya, akhirnya Habib Abu Bakar mengangkat tangannya dan mengeluarkan jari telunjuknya, seraya berkata :

قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: اَفْضَلُ مَا قُلْتُ اَنَا وَ النَّبِيُّوْنَ مِنْ قَبْلِيْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ، مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهْ ﷺ كَلِمَةُ الْحَقُّ عَلَيْهَا نَحْيٰى وَ عَلَيْهَا نَمُوْتُ وَ عَلَيْهَا نُبْعَثُ اِنْ شَآءَ اللَّهَ تَعَالَى مِنَ الْآمٍنِيْنَ آمِيْنٌ

Lalu Habib Abu Bakar berkata lagi: "Ikuti apa yang saya ucapkan bersama. Laki maupun perempuan, jangan ada yang terlewat untuk ikut mengucapkannya"

لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهْ       اَلْمَوْجُوْدُ فِيْ كُلِّ زَمَانِ
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهْ       اَلْمَعْبُوْدُ فِيْ كُلِّ مَكَانِ
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهْ       اَلْمَذْكُوْرُ بِكُلِّ لِسَانِ
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهْ       اَلْمَعْرُوْفُ بِالْإِحْسَانِ
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهْ       كُلَّ يَوْمٍ هُوَ فِيْ شَأْنِ
لَا اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهْ       اَلْاَمَانُ اَلْاَمَانُ، مِنْ زَوَالِ الْإِيْمَانِ وَ مِنْ فِتْنَةِ الشَّيْطَانُ يَا قَدِيْمَ الْإِحْسَانُ كَمْ لَكَ عَلَيْنَا مِنْ إِحْسَانٌ إِحْسَانُكَ الْقَدِيْمٌ يَا حَنَّانُ يَا مَنَّانٌ يَا رَحِيْمُ يَا رَحْمٰنٌ يَا غَفُوْرُ يَا غَفَّارٌ إِغْفِرْلَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمْ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنٌ

Setelah beliau menuntun hadirin dengan dzikir di atas, beliau bercerita :

Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang sholeh, beliau adalah Al-Qodhi Abdullah Al Baghdadiy. Beliau berkata: Aku pernah melihat Nabi Muhammad ﷺ di dalam mimpi dan beliau terlihat pucat sekali, lalu aku berkata kepada Nabi Muhammad ﷺ : "Kenapa engkau wahai Nabi, wajah engkau pucat sekali ?"

Lalu nabi Muhammad ﷺ menjawab: "Di malam ini telah meninggal 1.500 orang dari umat-Ku, dua dari mereka meninggal dalam keadaan iman dan sisanya meninggal tanpa membawa iman (Su'ul khotimah)."

Aku berkata lagi kepada Nabi Muhammad ﷺ : "Lalu apa kiat-kiat dari engkau untuk orang-orang yang bermaksiat agar mereka meninggal dengan membawa iman ?"

Nabi Muhammad ﷺ berkata: "Ambillah kertas ini dan baca isinya, siapa orang membacanya dan membawanya lalu dia memindah dari satu tempat ke tempat yang lain (menyebarkan dan mengajarkan) maka termasuk golongan-Ku dan akan meninggal dalam keadaan membawa iman, akan tetapi siapa orang yang telah mendengarkannya dan dia tidak membacanya, tidak menyebarkannya maka dia lepas dari-Ku dan akupun lepas darinya"

Seketika itu aku langsung terbangun dari tidurku dan aku lihat kertas tersebut yang telah ada digenggamanku ternyata di dalamnya berisi tulisan yang penuh barokah. Isi tersebut adalah dzikir diatas tadi.